Tahun 2024 ini rakyat Indonesia akan mengadakan perhelatan besar: Pemilu untuk meneruskan regenerasi kepemimpinan. Ada banyak pendapat bahwa Indonesia sedang mengalami "democracy backsliding" sehingga kualitas hasil Pemilu kali ini banyak diragukan. Betulkah?
Maret 2024
Hari ini
Mg Sn Sls Rb Kms Jmt Sbt
252627282912
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31123456
 

Arsip Artikel



Apakah BLU sama dengan SARA?, Diskusi Terbatas LAN, Bandung
10 Oktober 2009
Dari segi rancangan organisasi, konsep tentang BLU (Badan Layanan Umum) sejalan dengan konsep yang secara internasional disebut SARA (Semi-Autonomous Revenue Agency). Bentukan organisasi semacam ini dimaksudkan untuk menjalankan kegiatan yang langsung berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat tetapi dari segi pembiayaan tidak tergantung kepada anggaran pemerintah. Oleh sebab itu, SARA bersifat otonom dalam hal keuangan, dan bisa merencananakan perencanaan, pendanaan, dan pengembangan institusi yang berbeda dengan organisasi pemerintah pada umumnya. Namun apakah pembentukan BLU di Indonesia bisa mengakomodasi konsep tersebut? Banyak yang khawatir bahwa sifat otonom secara keuangan akan membuat layanan BLU menjadi lebih mahal dan tidak mengedepankan kepentingan umum. Sebaliknya, pihak yang optimis menyambut baik pembentukan BLU sebagai sebuah terobosan karena kebuntuan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. [selengkapnya]
 
Debat tentang Modernitas dan Paradigma Post-Development
30 September 2009
Apakah rakyat di Amerika Serikat yang konon makmur dan serba berkecukupan itu lebih bahagia daripada rakyat di Kamboja yang konon masih miskin dan serba kekurangan? Jawaban dari pertanyaan ini ternyata tidak mudah. Ironisnya, banyak survai yang membuktikan bahwa rakyat di negara maju seringkali merasa kurang bahagia jika dibanding mereka yang hidup di negara-negara sedang berkembang. Perdebatan tentang modernitas dan apa yang sesungguhnya harus dicapai dalam pembangunan tampaknya masih akan terus berlanjut diantara para teoretisi maupun praktisi.
Dengan melihat begitu banyaknya kelemahan dari strategi pembangunan yang selama ini diambil di banyak negara, muncul teori-teori baru tentang Post-Modernisme atau Post-Development. Apakah teori ini memang benar-benar menawarkan strategi yang baru? Inilah yang masih harus dikaji dan tentunya harus diketahui oleh para mahasiswa dalam disiplin ilmu sosial dan terutama studi pembangunan. [selengkapnya]
 
Faktor Institusi dalam Kebijakan Pembangunan Ekonomi
30 September 2009
Dasar-dasar tentang strategi pembangunan ekonomi telah banyak dipahami oleh perumus kebijakan puncak di negara-negara berkembang. Tetapi toh tidak semua strategi yang diterapkan itu membuahkan hasil yang memuaskan bagi peningkatan taraf-hidup dan kemakmuran rakyat. Masalahnya adalah bahwa tidak semua strategi pembangunan itu dilaksanakan dengan perangkat institusi yang tepat di masing-masing negara. Semua pimpinan negara tentu akan mengklaim bahwa negaranya menggunakan institusi yang demokratis untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang dibutuhkan rakyatnya. Namun di dalam praktik pelaksanaan demokratisasi itu tidak selalu menghasilkan rumusan kebijakan ekonomi yang efektif. [selengkapnya]
 
"Menghabisi KPK", Analisis, Kedaulatan Rakyat
14 September 2009
Salah satu lembaga yang menjadi ikon pemberantasan korupsi di Indonesia, KPK, kini sedang dikepung oleh berbagai kepentingan yang bercokol (vested interest) di lembaga legislatif maupun eksekutif. Harapan masyarakat untuk adanya perbaikan yang signifikan dalam integritas dan transparansi penyelenggaran pemerintahan bisa pupus kalau kecenderungan ini dibiarkan. Di tengah konflik KPK-Kejaksaan, KPK-DPR, KPK-Polri, tampaknya Presiden justru terkesan akan mengorbankan lembaga ini. Sebagai sebuah lembaga yang dijalankan oleh manusia, tentu KPK tidak akan terlepas dari kesalahan atau bahkan pelanggaran hukum. Tetapi kalau tindakan untuk mengurung KPK sekarang ini merupakan kebijakan sistematis untuk menghentikan upaya pemberantasan korupsi, sungguh sangat disayangkan. [selengkapnya]
 
Perdebatan Teoretis tentang Pembangunan dan Pertumbuhan
12 September 2009
Sebagai tambahan materi tentang teori pertumbuhan, perdebatan teoretis tentang strategi pembangunan di negara berkembang yang cukup seru terjadi diantara para akademisi pada tahun 1940-an dan 1960-an. Namun di tengah keunggulan dan kelemahan masing-masing teori yang dikemukakan, perdebatan teoretis itu sedikit-banyak juga mempengaruhi cara berpikir para penguasa di negara-negara berkembang. Masih melekat di ingatan, misalnya, ketika Suharto menggariskan gagasan pembangunan dalam tahapan Repelita dan sering menggunakan istilah tinggal-landas (take-off) seperti yang diungkapkan oleh W.W. Rostow. Demikian juga, banyak elemen strategis pembangunan di negara berkembang yang merujuk pada pendapat para teoretisi pembangunan ekonomi waktu itu. [selengkapnya]
 
Peran DPRD dalam Penyusunan APBD, hotel Saphir, Jogja
12 September 2009
Selama ini terdapat persepsi umum bahwa para anggota dewan di daerah lebih banyak memprioritaskan fungsi mereka dalam bidang penganggaran dan pengawasan ketimbang fungsi legislasi. Namun dalam hal fungsi penganggaran pun sebenarnya tidak semua anggota DPRD memahami esensinya. Karena itu, pelatihan teknis yang mendalam tetap diperlukan, terutama bagi para anggota DPRD yang baru saja terpilih dan pemahaman mengenai proses penganggaran publik masih lemah. Meskipun banyak rekan di kalangan akademis yang skeptis dengan pola tindak dan sikap para anggota DPRD selama ini, saya tetap menyambut baik pelatihan semacam ini, apalagi kalau proses penyelenggaraannya memang serius. Kali ini saya diminta untuk memberikan materi penganggaran publik di depan para anggota DPRD dari kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Semoga bermanfaat. [selengkapnya]
 
Model Pertumbuhan Harrod-Domar, Keynes
10 September 2009
Teori pertumbuhan ekonomi telah menjadi garis pemikiran yang klasik. Begitu banyak kritik yang diarahkan kepada paradigma pertumbuhan. Tetapi di dalam kenyataan, tidak dapat dimungkiri bahwa banyak tolok-ukur yang dipakai oleh perumus kebijakan yang masih menggunakan gagasan-gagasan dari teori pertumbuhan. Perhitungan PDB, gagasan tentang investasi dan tabungan untuk meningkatkan kesejahteraan, akumulasi modal, dan sebagainya, adalah sesuatu yang menjadi pilar pokok teori pertumbuhan yang masih sering dikutip ketika orang bicara tentang pembangunan. Terlebih lagi, banyak pihak yang mengkritik teori pertumbuhan tanpa mempelajari secara mendalam landasan argumentasinya. Oleh sebab itu, dalam mata-kuliah Teori Pembangunan para mahasiswa antara lain diharapkan dapat memahami argumentasi yang mendasari teori ini. [selengkapnya]
 
Silabus Teori Pembangunan
09 September 2009
Bersama Dr. Gabriel Lele dan Bu Emil Karmila, MA semester ini saya dijadwalkan untuk mengampu mata kuliah Teori Pembangunan di program Magister Studi Kebijakan, UGM. Bagi saya, terus-terang ini merupakan hal baru karena sebelumnya belum pernah mengajar mata kuliah ini baik di program S1 maupun program S2. Tetapi ini sekaligus merupakan tantangan bagi saya karena selama ini tidak mendalami teori secara serius. Karena itu, saya harus membolak-balik lagi literatur tentang teori pembangunan, mencarinya di perpustakaan maupun di jurnal on-line. Mudah-mudahan para mahasiswa dapat mengambil manfaat maksimal dari mata kuliah ini. [selengkapnya]
 
Susunan dan Kedudukan DPRD, Pembekalan Anggota DPRD Kab Kepulauan Selayar, MEP-UGM
05 September 2009
Proses pembahasan terhadap undang-undang Susduk Susunan dan Kedudukan) parlemen kita (DPR, DPD, DPRD) masih terus berlangsung walaupun para anggota dari wakil rakyat itu sebagian besar sudah ditetapkan. Tetapi kebutuhan tentang re-orientasi dan pembekalan terhadap para anggota Dewan di daerah harus segera dipenuhi. Kali ini saya mendapat tugas untuk menguraikan tentang ketentuan Susduk dalam sebuah pelatihan yang diselenggarakan oleh MEP-UGM kepada para anggota dewan dari Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. [selengkapnya]
 
UU No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
28 Agustus 2009
Setelah menunggu sekian lama, undang-undang yang mengatur pelayanan publik dan dipersiapkan oleh kantor Menpan ini akhirnya diratifikasi. Tetapi dari segi substansi, paradigma tentang pelayanan publik yang merupakan semangat dari undang-undang ini belum menunjukkan banyak kemajuan. Juga, banyak hal yang secara konseptual kurang pas. Sebagai contoh, konsep barang publik (public goods) diartikan secara sempit sebagai aset yang dibeli dengan dana pemerintah. Ini tentu tidak sejalan dengan definisi internasional bahwa barang publik meliputi semua jenis barang dan jasa yang memenuhi kepentingan orang banyak. Lalu, konsep citizen charter yang mestinya lebih pas diterjemahkan sebagai "kontrak pelayanan" direduksi maknanya karena diterjemahkan sebagai "maklumat pelayanan". Maka semangat untuk mewujudkan pelayanan yang partisipatif, yang lebih banyak melibatkan masyarakat dalam penentuan standar pelayanan, menjadi kabur. [selengkapnya]



 
   Copyright © 2020 Wahyudi Kumorotomo. All rights reserved.